Powered By Blogger

Senin, 12 Desember 2011



KATA PENGANTAR


            Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Segala puji bagi allah yang maha sempurna yang dengan nikmat dan karunianya. Dan limpahn kasih sayangnya. Telah menimbang kami untuk menyaksikan MAKALAH yang berjudul ‘’ AHLI WARIS ASHABAH DAN PENYELESAYANNYA’’ ini shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada sang penuntut para Nabi dan Rahmat bagi Alam semesta, Muhammad SAW serta para pengikutnya ahli Zaman.
Amiiiin…..
Disini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, karena tanpa ada arahan dari beliau, kami mungkin tidak akan tergerak untuk menyelesaikan makalah ini
.
Kami sendiri dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahannya, oleh karena itu, kami mohon maaf kepada para pembaca dan mohom diberikan keritikan yang membangun. Semoga makalah ii bermanfaat bagi kita semua.
Amiiiinn…..


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………....1
A.    Latar Belakang………………………………………………………………………...1
B.     Rumusan Masalah……………………………………………………………………..3
C.     Tujuan Penulisan………………………………………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………….4
A.    Pengertian …………………………………………………………………………….4
B.     Ahli waris ashabah dan pengelompokannya.………………………………………….4
C.     Hal-hal yang membuat ahli waris ashabah dapat atau tindakanya harta warisan…….7

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………….8
A.    KESIMPULAN……………………………………………………………………….8
B.     SARAN……………………………....………………………………………………..8

DAFTAR PUSTAKA……………………..……….………………………………………...9


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang.
Dalam islam ada sebagai ahli waris mendapat bagian kadar yang tertentu seperti sepertiga atau seperempat. Tidak berhak lebih, biarpun harta masih banyak sisanya. Tetapi ada sebagian yang lain berhak mengambil semua harta atau semua sisa dari ketentuan yang ada, mereka inilah yang disebut dengan ahli waris ‘ashabah.

Ahli waris yang masuk golongan ashabah, ini ialah :
1.        Anak laki-laki.
2.        Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) laki-laki terus kebawah.
3.        Ayah.
4.        Datuk laki-laki terus keatas.
5.        Saudara laki-laki seibu seayah.
6.        Saudar laki-laki seayah.
7.        Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu.
8.        Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
9.        Paman seibu seayah.
10.    Paman seayah.
11.    Anak laki-laki dari paman laki-laki seibu seayah.
12.    Anak laki-laki dari paman laki-laki seayah.
13.    Laki-laki yang memerdekakan.
14.    Perempuan yang memerdekakan.

Jika anak laki-laki bersama-sama dengan anak perempuan maka keduanya bersama-sama mengambil semua harta atau semua sisadari ketentuan yang ada. Pembagian antara keduanya adalah : bagian untuk tiap-tiap laki-laki yaitu dua kali bagian, tiap-tiap perempuan.
      
       Firman allah swt :




Artinya;
Allah mensyariatkan bagimu tentang ( pembagian pusaka ) untuk anak-anaknya yaitu : seorang anak laki-laki sama dengan bagimu dua orang anak perempuan “( AN. Nisa 11 ).
            Dalam hukum perdata atau hukum positif tidak dikenal istilah ‘ashabah’ dalam mengolongkan atau pengelompokan ahi waris.
Pengelompokan ahli waris yang terdapat didalam hukum perdata kita adalah:

Golongan I.
Ø  Suami/ isteri yang hidup terlama.
Ø  Anak.
Ø  Keturunan.

Golongan II.
Ø  Ayah dan ibu.
Ø  Saudara.
Ø  Keturunan.

Golongan III.
Ø  Kakek dan nenek, baik dari pihak bapak maupun ibu.
Ø  Orang tua kakek dan nenek dan seterus keatas.

Golongan IV.
Ø  Paman dan bibi baik dari piahak bapak maupun ibu.
Ø  Keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari simeningal.
Ø  Saudara dari kakek dan nenek berserta keturunannya sampai derajat keenam dihitung dari simeningal.

Sedangkan golongan ahli waris dalam islam yaitu :
a.       Dzu fardlim.
Yaitu ahliwaris yang secara pasti mendapatkan bagian tertentu dari harta waris yang ditinggalkan simayit atau orang meninggal.


b.      Ashabah.
Yaitu kelompok ahliwaris yang berhubungan lagsung dengan simayit, yaitu setiap laki-laki yang antara dia dengan simayit dalam silsilah nasabahnya tidak pernah trselang dengan ahli waris perempuan.

B.     Rumusan masalah.
Ada pun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu tentang ;
1.      Ahli waris  ashabah dan pengelompokanya.
2.      Hal-hal yang menyebabkan ahliwaris ashabah dapat atau tidaknya harta warisan.

C.    Tujuan penulis
Makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui., seputar tentang ahli waris ashabah
dan cara penyelesayan masalah yang berkaitan dengan ahli waris ashabah.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian.
Ahli waris ashabah menurut Drs. H. Moh. Rifa’I dalam bukunya yang berjudul ilmu islam lengkap ialah :
            Ashabah ialah orang yang berhak mendapat pusaka dan pembagiannya tidak ditetapkan didalam salah satu enam macam pembagian, seperti yang terdapat dalam surah an-nisa ayat 11-12.
            Ahli waris ashabah menerima pusaka salah satu diantar dua, yaitu menerima seluruh pusaka atau menerima sisa pusaka. Jika ahliwaris dzu fardlin tidak ada, maka ia menerima seluruh pusaka atau harta warisan tersebut. Tetapi kalau ada ahli waris dzu fardlin mak ia menerima sisa pusaka setelah ahli waris dzu fardlin mengambil bagianya.[1]

Ashabah menurut prof. Muhammad amin sumna ialah :
Kelompok ahli waris yang berhubungan langsung dengan si mayit, yaitu setiap laki – laki yang antara dia dengan simayit dalam silsilah nasabahnya tidak pernah terselang dengan ahli waris perempuan . misalnya anak laki-laki si mayit dan ayahnya (kakek) , anak laki-laki dari anak laki-laki si mayit. Dan saudar kandung laki-laki atau saudar laki-laki seayah. Dan begitulah seterusnya.[2]

B.     Ahli Waris Ashabah dan Pengelompokannya.
Kata ashabah dalam penggunaan bahasa arab dikhususkan kepada kerabat yang laki-laki. Oleh karena yang berhak atas seluruh atau sisa harta yang ditinggalkan pewaris pada dasarnya laki-laki. Maka pengertian ashabah dipergunakan untuk ahliwaris yang berhak atas seluruh atau sisa harta sesudah dikeluarkan bagian untuk dzu fardlin.

Ahli waris ashabah terdiri dari tiga kelompok, yaitu adalah binafsihi, sabah biqhayrihi dan ashabah ma’a ghayrini.
1.      Ashabah binafsihi.
Ashabah binafsihi adalah ashabah dengan sendirinya tanpa bantuan ahli waris lain. Ia bersetatus sebagai ahli waris yang berhak atas seluruh atau sisa harta, yang terdiri dari laki-laki saja, mereka itu adalah :

a)      Anak laki-laki , baik seorang atau beberapa orang berhak mewarisi seluruh atau sisa harta. Dengan adanya anak-anak laki-laki. Tidak ada nya ahliwaris lain yang berhak sebagai ashabah. Ahli waris hanya sebagai dzu fardlin, dan yang mungkin mewarisi bersama anak laki-laki hanya ayah , ibu, suami atau isteri.

b)      Cucu laki-laki dari anak laki, sebagai ashabah bila tidak ada lagi anak laki-laki. Ia dapat mewarisi bersama ahliwaris ayah, ibu , suami atau isteri.

c)      Ayah, yang berkedudukan sebagai ashabah bila tidak ada anak atau cucu. Dengan demikian ayah mempunyai tiga alternative hak, yaitu 1/6 sebagai dzu fardlin, ayah juga berhak sebagai ashabah, selain itu ayah berhak atas ashabah dan sisa sekaligus.

d)     Kakek, juga berkedudukan sebagai ahli waris bila tidak ada ayah hak kewrisan kakek pada dasarnya sama dengan hak kewarisan ayah, karena kakek menggantikan ayah. Namu dalam beberapa ketentuan, kakek tidak dapat mengantikan posisi ayah,  yaitu kakek tidak dapat menutup hak saudara. Sedangkan ayah dapat menutup hak hak saudara, kecuali saudar seibu.

e)      Saudara laki-laki kandung , ia berhak sebagai ashabah bila pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki , cucu laki-laki dan ayah. Ahli waris yang mungkin mewarisi bersama saudar adalah ibu, nenek, suami, isteri, anak, atau cucu perempuan, saudara seibu, dan saudara perempuan kandung.

f)       Saudar laki-laki seayah, ia berkedudukan sebagai ashabah bila tidak ada saudara laki-laki kandung dan ahli waris yang menghijab saudara laki-laki kandung. Pada perinsipnya saudar laki-laki seayah sama kedudukannya dengan saudara laki-laki kandung.

g)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung. Ia berhak sebagai ashabah bila tidak ada ahli waris saudar laki-laki seayah dan ahli waris yang menutup saudara laki-laki seayah dan ahli waris yang menutup saudara laki-laki seayah.

h)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah. Ia berhak bersetatus sebagai ashabah dan mendapat harta bila tidak ada ahli waris anak laki-laki dari saudara lakia-laki kandung. Dan orang yang menutup anak laki-laki dari saudara kandung tersebut.

i)        Paman kandung, yaitu saudara laki-laki kandung dari ayah. Ia berhak mewarisi sebagai ashabah jika tidak ada lagi anak laki-lakindari saudara laki-laki seayah dan orang-orang yang menutupnya.

j)        Paman seayah yaitu saudara laki-laki ayah yang seayah ia berhak mewarisi jika tidak ada lagi paman kandung dan ahli waris yang menghijap paman kandung.

k)      Anak laki-laki dari paman kandung, ia berhak sebagai ashabah dan mewarisi harta bila tidak ada ahli waris paman seayah . dan ahli waris yang menghijab paman seayah.

l)        Anak laki-laki dari paman seayah, ia menepati ahli waris ashabah deretan terakhir yang berhak menurut hukum kewarisan islam. Bila tidak ada lagi ahliwaris ashabah yang lain, ketika itu anak laki-laki dari paman seayah berhak menerima harta warisan.

2.      Ashabah bi ghayrihi.
Asahabah bi gharyrihi adalah ahli waris permpuan yang pada dasarnya bukan ashabah, tetapi karena didampingi oleh saudaranya yang laki-laki, maka mereka secara bersama sebagai ashabah. Mereka dapat mewarisi seluruh harta bila tidak ada ahli waris dzu fardlin. Dan sisa harta bila ada ahli waris dzu fardlin.

Ahli waris ashabah bighayrihi ini ada empat kelompok yaitu :
a.       Anak paman bila mewarisi bersama anak laki-laki.
b.      Cucu permpuan bila mewarisi bersama cucu laki-laki, atau laki-laki yang derajat kekerbatannya lebih rendah, seperti anak laki-laki dari saudaranya yang laki-laki.
c.       Saudara perempuan kandung bila mewarisi bersama saudara lai-laki kandung.
d.      Saudara pereempuan seayah bila mewarisi bersama saudar laki-laki seayah.

3.      Ashabah ma’a ghayrihi.
Ashabah ma’a ghayrihi adalah saudar perempuan kandung atau saudara prempuan seayah yang bersetataus ashabah bila mewarisi bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan. Dan ketika itu tidak tetdapat anak laki – laki atau cucu laki-laki dan ahli waris ashabah bi nafsihi.[3]

C.    Hal-hal yang Membuat Ahli Waris Ashabah Dapat Atau Tidaknya Harta Warisan.
Asahabah – asahabah itu mendapat atau tidaknya, terbagi atas beberapa hal :
1)      Ada, ashabah yang dapat seluruh harta mayit jika simati tidak meningalkan ahli waris melaikan dia seorang.
2)      Harta dibagi rata diantar ashabah-ashabah jika simati meninggalkan lebih dari seorang ashabah yang sepankgkat, misalnya , dua anak laki-laki saudar laki-laki atau sebagainya.
3)      Adahal yang dapat semua sisa selebihnya dari bagian ahli waris dzu fardlin.
4)      Kalau ada perempuan yang sepangkat dengannya, maka laki-laki dapat daua bagian dan yang perempuan dapat satu bagian.
5)      Ada yang kosong tak dapat apa-apa jika tidak ada sisa dari harta itu, yakni kalau sudah terbagi habis kepada ahli waris atau fardlin.[4]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
1.      Yang dimaksud ashabah ialah kelomok ahli waris yang berhubungan langsung dengan simayit, yaitu setiap laki-laki yang antara dia dengan simayit, yaitu setiap laki-laki yang antara dia dengan simayit, yaitu setiap laki-laki yang antara dia dengan simayit dalam silsilah nasabahnya tidak pernah terselang dengan ahli waris perempuan.
2.      Ahli waris ashabah terdiri dari tiga kelompok yaitu:
·         Ashabah bi nafsihi.
·         Ashabah bi ghayrihi.
·         Ashabah ma’a ghayrihi.
3.      Susunan ahli waris ashabah adalah.
·         Anak laki-laki.
·         Anak laki-laki dari anak laki-lai.
·         Bapak.
·         Bapak dari bapak (kakek dari pihak bapak).
·         Saudara laki-laki seibu sebapak.
·         Saudara laki-laki yang sebapak.
·         Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
·         Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
·         Paman dari pihak bapak ( saudara bapak ) yang seinu sebapak kemudian yang sebapak.
·         Anak laki-laki dari paman pihak bapak tadi.
·         Orang yang memerdekakannya (memerdekakan mayat).

B.     Saran.
Kami mohon maaf kepada para pembaca jika didalam makalah kami atau terdapat kesalahan, baik dalam penyusunananya maupun dalam penulisannya, dan kami mohon keritikan yang membangun dari pihak pembaca.

DAFTAR PUSTAKA


Hajar M. Hukum Kewarisan Islam ( fiqih mawaris )
            ( pekanbaru: Alaf Riau Graha . 2007.)
Prof . Muhammad Amin summa , Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam
            ( jarkarta ; PT Raja Grafindo Persada , 2005 ) edisi revisi 2.
H. Sulaiman Rasjid . FIQIH ISLAM (Bandung ; Sinar Baru Al Gesindo,2008)
            Cet ke 41.
Drs H. Moh. Rifa’I , ILMU FIQIH ISLAM LENGKAP, ( PT. KARYA TOHA PUTRA   
            Semarang, 1978).
Effendi perangin . SH .Hukum Waris ( jarkarta :PT Raja Grafindo Persada, 2001) cek ke 3.





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar